Pesantenanpati.com – Pada tahun 1980-an, pihak berwenang telah mengumumkan bahwa Harimau Jawa telah punah. IUCN (International Union for Conservation of Nature) juga telah mengklasifikasikannya sebagai spesies yang punah (extinct) di alam.
Di masa lalu, adat istiadat Rampogan Macan, perburuan, serta penebangan hutan untuk pertanian dan pemukiman telah menyebabkan penyempitan habitat Harimau Jawa. Faktor-faktor ini diyakini menjadi penyebab utama kepunahan Harimau Jawa.
Berikut adalah lima informasi mengenai Harimau Jawa yang kini telah diketahui punah:
-
Harimau Jawa, satwa endemik tanah Jawa yang telah dinyatakan punah
Harimau Jawa dengan nama ilmiah Panthera tigris sondaica merupakan salah satu hewan endemik yang pernah menghuni wilayah Tanah Jawa, berperan sebagai predator puncak dalam rantai makanan di hutan-hutan lebat pulau tersebut.
Tak dapat dipungkiri, Indonesia memiliki tiga subspesies Harimau, yakni Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), dan Harimau Bali (Panthera tigris balica). Dari ketiga jenis ini, hanya Harimau Sumatera yang masih bertahan dan dianggap sebagai hewan langka serta dilindungi di Indonesia. Harimau Jawa dan Harimau Bali telah dianggap punah, yang berarti sudah tidak ada lagi di alam liar atau di dalam penangkaran.
Namun, perlu dicatat bahwa dalam kasus Harimau Jawa, klaim mengenai kepunahannya masih memunculkan perdebatan di kalangan peneliti karena masih terdapat jejak-jejak dan laporan-laporan tentang kemungkinan keberadaannya dari masyarakat yang berhubungan dengan hutan, meskipun hal ini masih perlu diinvestigasi lebih lanjut.
-
Habitat Harimau Jawa adalah Pulau Jawa
Sebagai hewan yang hanya ada di Tanah Jawa, dalam masa hidupnya Harimau Jawa pernah mendiami seluruh wilayah Pulau Jawa. Saat ini, mungkin banyak yang berpikir bahwa Harimau Jawa hanya ada di hutan-hutan dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur.
Hal ini dapat dimengerti karena penelitian dan pengamatan lebih lanjut hanya difokuskan di Taman Nasional Meru Betiri di Jawa Timur, yang dianggap sebagai tempat terakhir di mana Harimau Jawa mungkin masih hidup.
Menurut laman pedulikarnivorjawa.org yang dipimpin oleh peneliti Harimau Jawa, Didik Raharyono, S.Si, Taman Nasional Meru Betiri dianggap sebagai habitat terakhir Harimau Jawa karena dipercayai memiliki kondisi yang sesuai untuk hewan ini.
Pendapat ini didukung oleh temuan jejak yang diduga berasal dari Harimau Jawa yang dilaporkan oleh Seidensticker pada tahun 1974. Hasil penelitiannya pada waktu itu menunjukkan dugaan bahwa masih ada sekitar 3-4 ekor Harimau Jawa yang hidup di Taman Nasional tersebut.
Di situs Peduli Karnivor Jawa, terdapat pertanyaan mengapa pada tahun 1974 hanya wilayah Taman Nasional Meru Betiri yang menjadi fokus penelitian. Faktanya, hutan-hutan di sekitarnya seperti daerah Gunung Argopuro, Gunung Raung, Gunung Panataran, Gunung Rante, dan Gunung Ijen, serta kawasan Alas Purwo, tidak mengalami pemantauan terhadap keberadaan Harimau Jawa pada tahun 1974.
Tidak hanya itu, daerah-daerah yang berada lebih jauh dari Taman Nasional Meru Betiri. Seperti hutan di Gunung Wilis, Gunung Arjuno, Gunung Ciremai, dan Taman Nasional Ujung Kulon, juga di anggap sebagai lingkungan yang potensial bagi Harimau Jawa pada tahun 1974.
Karena penelitian ini bersifat sektoral dan tidak menyeluruh, beberapa peneliti merasa ragu tentang status punah Harimau Jawa. Mereka masih mempertimbangkan kemungkinan adanya individu yang bertahan dari Harimau Jawa di Tanah Jawa hingga saat ini. Terutama di dalam hutan-hutan terpencil, meskipun wilayahnya terbatas, namun di anggap masih memiliki potensi sebagai habitat yang memadai untuk Harimau Jawa.
-
Tradisi Rampogan Macan menyebabkan punahnya Harimau Jawa
Dalam rekam sejarah, terdapat suatu tradisi dari masa lampau di Kerajaan Jawa yang di kenal sebagai Rampogan Macan. Sebuah pertunjukan di mana Harimau Jawa dan hewan-hewan buas lainnya di gunakan untuk berkelahi, yang dengan cepat mengakibatkan penurunan populasi Harimau Jawa.
Sama seperti pertunjukan menakjubkan di Kolosseum Roma zaman dulu. Rampogan Macan melibatkan hewan buas seperti Harimau, Macan Tutul, dan Macan Kumbang yang di pertarungkan melawan binatang lain seperti kerbau atau manusia bersenjatakan tombak. Biasanya, Harimau atau Macan Tutul akan di serang oleh puluhan tombak hingga akhirnya tewas.
Dalam artikel berjudul “Rampogan Sima, tradisi membantai macan di Tanah Jawa” oleh Danu Damarjati, terungkap bahwa Rampogan Sima adalah pertunjukan yang melibatkan partisipasi banyak masyarakat dan telah ada sejak lama. Beberapa berpendapat bahwa tradisi ini ada sejak zaman Singasari, tetapi ada juga pandangan bahwa pertunjukan ini baru muncul pada abad ke-17 di Jawa.
Lebih jauh lagi, dalam buku “Bakda Mawi Rampog” karya R. Kartawibawa yang di kutip dalam artikel tersebut, istilah “sima” atau macan loreng di gunakan untuk merujuk pada jenis kucing besar ini atau keterangan tambahan untuk jenis macan lainnya.
Istilah “ngrampog sima” seperti yang di jelaskan oleh R. Kartawibawa mengacu pada tindakan bersama untuk membunuh Harimau atau kucing besar lainnya dengan tombak. Pertunjukan semacam ini umumnya berlangsung di wilayah Kasunanan Surakarta, Kasultanan Ngayogyakarta, dan Jawa Timur. Biasanya, pertunjukan ini di adakan pada hari-hari besar.