Berdayakan Penyandang Disabilitas dengan Batik Ciprat

Pesantenanpati.comBatik Ciprat menjadi salah satu karya dengan motif yang dihasilkan dari cipratan-cipratan yang dihasilkan oleh kuas.

Batik Ciprat ini juga dipilih sebagai kreasi untuk memberdayakan para penyandang disabilitas di wilayah Pucung, Kecamatan Kismantoro, Kabupaten Wonogiri.

Di desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur ini, terdapat lebih dari 60 warga penyandang disabilitas.

Kepala Desa Pucung, Kateno, yang ditemui di Radio Giri Swara Wonogiri mengungkapkan, Pemerintah Desa Pucung di tahun 2018 berinisiatif menggunakan dana desa untuk memberdayakan warga penyandang disabilitas.

Ide awal kegiatan pemberdayaan disabilitas diawali dengan pemikiran bahwa memiliki keterbatasan tidak selayaknya membuat para penyandang disabilitas di Desa Pucung berhenti bekerja dan berkreasi.

Pemerintah setempat berupaya untuk memandirikan mereka agar tidak ketergantungan pada bantuan orang lain, salah satunya dengan Batik Ciprat.

“Batik Ciprat lantas dipilih menjadi sarana pengembangan kreativitas para disabilitas dengan beberapa pertimbangan antara lain pembuatannya mudah dilakukan oleh penyandang disabilitas, hasil motifnya unik dan jarang ditemui di pasaran, serta bahan baku yang mudah didapatkan,” katanya.

BACA JUGA :   Formasi PPPK bagi Penyandang Disabilitas di Pati Belum Ada Pendaftar

Kateno menuturkan bahwa perjalanan inovasi Batik Ciprat karya Barokah dimulai pada bulan Agustus 2018. Pemerintah Desa Pucung dengan fasilitas dana desa, mengadakan pelatihan Batik Ciprat bagi enam orang penyandang disabilitas yang produktif.

Pada waktu itu, pelatihan dibina oleh Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Kartini Temanggung, dengan diawali membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Sheltered Workshop Peduli (SWP) Karya Barokah.

Kemudian di tahun 2020, jumlah binaan yang merupakan penyandang disabilitas, bertambah menjadi 23 orang.

Selain itu, pada tahun yang sama, karya Batik Ciprat ini juga mendapatkan perhatian dan pelatihan dari Bappeda Provinsi Jawa Tengah yaitu pembuatan batik eco-print.

Dilanjutkan Kateno, Inovasi Batik Ciprat Karya Barokah bertujuan untuk memberikan hak yang sama sebagai warga penyandang disabilitas, mengangkat derajat penyandang disabilitas, serta memberi dampak dalam bidang sosial dan ekonomi.

“Di bidang sosial dampak yang dirasakan dengan adanya pemberdayaan penyandang disabilitas melalui Batik Ciprat Karya Barokah, cara pandang masyarakat terhadap keluarga mereka sudah berbeda. Selain itu secara mental, para disabilitas sudah tidak minder lagi. Sedangkan dalam bidang ekonomi, diharapkan dengan adanya Batik Ciprat Karya Barokah ini bisa memandirikan penyandang disabilitas secara ekonomi, pendapatan dari membatik dapat membantu mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari,” terang Kateno.

BACA JUGA :   Soal Tapera, Basuki Hadimuljono: Jika Belum Siap Kenapa Tergesa-gesa?

Kini, para difabel yang menjadi pengrajin aktif sebanyak delapan orang.

Masih dari keterangan Kateno, dalam kurun waktu satu bulan, rata-rata karya Batik Ciprat yang bisa dihasilkan mencapai hingga 100 lembar kain.

“Setiap kainnya dihargai mulai Rp130.000 – Rp160.0000, tergantung motif dan lama pengerjaannya. Penjualan batik ciprat kami rata-rata masih dijual di wilayah Jawa Tengah. Pernah beberapa kali mengirim ke luar provinsi. Biasanya yang memesan adalah piyayi Wonogiri yang merantau, yang ingin mengenakan kain batik Wonogiren,” imbuhnya.

Ia pun mengharapkan, inovasi yang ada ini bisa menjadi inspirasi daerah lain untuk memberdayakan para penyandang disabilitas. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *