Mengenal Samin dan Ajaran Cinta Lingkungannya

Pati, Pesantenanpati.com – Samin atau Sedulur Sikep merupakan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dengan menjalankan kehidupan sehari-hari dari ajaran Samin.

Samin banyak ditemui di wilayah Pegunungan Kendeng mulai dari Rembang, Grobagan, Pati, Lamongan, Madiun, Tuban, Gresik dan beberapa kota lainnya.

Kabupaten Pati sendiri, penganut Samin tersebut mayoritas di wilayah Pati Bagian Selatan. Beberapa diantaranya yakni di wilayah Kecamatan Sukolilo, seperti Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Dukuh Bowong, Desa Baleadi, Desa Kedumulyo dan lainnya.

Samin juga tersebar di Kecamatan Tambakromo, Gabus hingga wilayah Tlogowungu.

Ajaran Samin sendiri ini muncul dari Kabupaten Blora yang dibawakan oleh Samin Soerosentiko atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Samin.

Perlawanan dan perjuangan yang diajarkan oleh Mbah Samin ini berawal keprihatinannya atas penjajahan oleh Belanda pada era sekitar tahun 1850-an.

Bentuk perlawanan yang kala itu dilakukan yakni dengan menolak atas tuntutan-tuntutan yang dibebankan bagi masyarakat sekitar. Salah satu yang mencolok saat itu, yakni menolak untuk membayarkan upeti atau pajak kepada bangsa Belanda.

BACA JUGA :   Pemkab Pati Berharap Pemilu Berlangsung Jujur

Ajaran perlawanan terus berkembang dan diikuti oleh para warga masyarakat yang mendukung ajaran tersebut. Puncaknya pada sekitar 1907, Mbah Samin ditangkap oleh Belanda hingga diasingkan ke Sawahlunto dan meninggal di sana.

Melalui salah satu tokoh Sedulur Sikep Kabupaten Pati, Gunretno menceritakan seperti apa kehidupan dan ajaran Mbah Samin yang saat ini masih dipegang teguh oleh penganut Samin lainnya.

Salah satunya yakni melawan dengan tanpa menggunakan kekerasan. Namun dengan menggunakan tutur kalimat kritis kepada kolonial.

“Dimana saat ini sering bersinggungan dengan pengurus pajak di masa kolonial, dan Sedulur Sikep kala itu sering ditagih pajak. Tanpa menggunakan kekerasan Namun dengan kalimat yang mengecoh sehingga menjadikan bingung Belanda pada saat itukan,” ungkapnya saat ditemui di kediamannya.

Selain itu, bentuk ajaran yang saat ini masih dipegang teguh oleh penganut Sikep yakni sikap demen, becik, rukun, seger dan waras. Penganut Samin juga mengajarkan larangan yang diterapkan dalam berkehidupan yakni drengki, srei, panasten, dahwen, dan kemeren.

Salah satu ajaran yang masih diterapkan hingga kini yakni sikap sederhana melalui laku dan cara berpakaian sehari-hari masyarakat Sedulur Sikep.

BACA JUGA :   Dinkes Pati Sebut Tak Semua Vaksin Covid Akan Berbayar, Simak Pengecualiannya

“Kami sedulur sikep sendiri itu punya keyakinan sikap yang pertama itu demen, becik, rukun, seger dan waras. Setiap laku wong Sikep harus mengacu pada 5 itu,” jelasnya.

Bentuk kesederhanaan lain yang diturunkan kepada generasi penerus Sedulur Sikep yakni dengan tidak menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan formal.

Menurutnya sistem pembelajaran bagi anak hanya perlu melalui kedua orang tuanya, sehingga anak-anak lebih mencintai lingkungan sekitar melalui cara bertani untuk merawat bumi.

Pertanian dijadikan oleh masyarakat Sikep sebagai sumber pekerjaan dan profesi utama bagi mereka.

Sikap kritis tersebut, juga masih selalu digaungkan Sedulur Sikep mengingat kondisi kerusakan pegunungan dan lingkungan di wilayah Kabupaten Pati yang semakin memprihatinkan.

Gerakan dan sindiran melalui upacara hingga budaya selalu dijalankan untuk menyadarkan institusi pemerintah perlu adanya perhatian atas kondisi kerusakan Kendeng.

“Anak- anak bebas mau belajar dimana aja, tetapi kami biasanya mendidik anak kami kepada orang tuanya. Salah satunya Pemahaman tentang merawat bumi menjadi pelajaran yang harus ditekankan untuk menjaga keseimbangan alam utamanya pegunungan Kendeng ini,” tutur Gunretno. (*)

BACA JUGA :   Pemkab Pati Siapkan Rp500 Juta Antisipasi Kekeringan

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *