Realisasi Investasi Jateng Triwulan I 2025 Capai Rp21,85 Triliun

Pesantenanpati.com – Realisasi investasi Jawa Tengah pada triwulan I tahun 2025 ini mencapai Rp21,85 triliun.

Angka tersebut naik Rp4,29 triliun dibandingkan periode yang sama pada 2024, yakni Rp17,56 triliun.

Capaian realisasi investasi triwulan I 2025 ini diantaranya berasal dari penanaman modal asing (PMA) yang berkontribusi sebesar 64 persen atau Rp14,08 triliun. Kemudian penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak 36 persen senilai Rp7,7 triliun.

Realisasi sektor investasi di Jateng pada triwulan I 2025 terbesar adalah dari industri tekstil (Rp2,66 triliun), industri barang dari kulit dan alas kaki (Rp2,51 triliun), industri karet dan plastik (Rp2,45 triliun), industri makanan (Rp1,97 triliun), serta perumahan, dan kawasan industri perkantoran (Rp1,83 triliun).

Dengan capaian investasi tersebut, pasar tenaga kerja di Jawa Tengah juga terdampak baik karena menekan angka pengangguran.

Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Tengah, ada penyerapan sebanyak 97.550 orang tenaga kerja dari realisasi kinerja investasi triwulan I 2025.

Penyerapan itu mengalami peningkatan sebanyak 23,95 persen dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja pada triwulan I 2024.

BACA JUGA :   Pj Gubernur Jateng Pantau Sejumlah TPS di Hari H Pilkada

“Penyerapan tenaga kerja mencapai 97.550 orang, serta penambahan jumlah proyek sebanyak 20.431,” kata Kepala DPMPTSP Jateng, Sakina Rosellasari.

Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin mengatakan bahwa capaian tersebut perlu terus ditingkatkan.

Dia meminta verifikasi dan validasi perizinan usaha dilakukan dengan disiplin sesuai regulasi. Jangan sampai izin usaha yang terbit, menimbulkan keresahan di masyarakat, baik di bidang pariwisata, hiburan, industri, pertambangan, dan lainnya.

Pada bidang pariwisata, Taj Yasin memberi masukan supaya verifikasi izin restoran/ perhotelan, mencakup aturan mengenai informasi makanan halal (halal food), dan nonhalal. Metode seperti ini, telah diterapkan di sejumlah negara yang memberikan layanan pariwisata ramah muslim.

“Kalau di Indonesia bisa dijelaskan (informasi) nonhalal corner, maka akan lebih jelas terkait pariwisata ramah muslim,” katanya.

Kemudian pada sektor industri padat karya, Taj Yasin mendapati masukan terkait fasilitas umum (fasum) tempat ibadah yang belum memadai daya tampungnya. Sehingga, pekerja harus antre dalam beribadah, dan memicu keterlambatan kembali masuk bekerja.

Oleh karenanya, pemerintah termasuk kabupaten/ kota harus teliti dalam menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) perusahaan, termasuk ketersediaan fasum yang layak. (*)

BACA JUGA :   Gubernur Jateng Pantau Harga Pangan di Pasar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *