Ternyata Ini Latar Belakang Lahirnya Tepuk Sakinah

Pesantenanpati.com – Psikolog Keluarga Alissa Wahid mengungkapkan latar belakang lahir ‘Tepuk Sakinah’, sebuah gerakan edukatif yang mengajarkan lima pilar penting bagi keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah. Alissa menjelaskan, gagasan Tepuk Sakinah berawal dari diskusi antara para ahli psikologi keluarga dan ahli hukum keluarga Islam yang berupaya memaknai kembali arti sakinah dalam konteks kehidupan rumah tangga modern.

“Kami waktu itu membayangkan, keluarga sakinah itu seperti apa sih? Apa yang membuat keluarga tetap sehat dan membawa kebaikan bagi semua anggotanya? Dari sanalah lahir lima pilar perkawinan sakinah yang kemudian dirangkum dalam Tepuk Sakinah,” ujar Alissa dalam Talkshow Stop Pernikahan Anak dan Gas (Gerakan Sadar) Pencatatan Nikah di ajang Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional XXVIII di Kendari.

Lima pilar tersebut meliputi prinsip berpasangan, janji yang kokoh, saling cinta dan menjaga, saling ridha, serta musyawarah. Ia mengibaratkan pilar-pilar tersebut sebagai fondasi yang menentukan kekuatan sebuah rumah tangga.

“Kalau pilarnya tidak kokoh, sedikit ada guncangan saja bisa roboh. Banyak perkawinan yang gagal karena tidak kuat di lima pilar ini,” katanya.

BACA JUGA :   Banjir di Pekalongan Sebabkan 294 Warga Mengungsi

Menurut Alissa, banyak pasangan muda terlalu cepat menyerah ketika menghadapi masalah rumah tangga. “Sering kali mereka lupa bahwa ijab kabul itu disaksikan oleh Allah. Ketika cinta memudar, mereka langsung berpikir untuk berpisah. Padahal, janji itu adalah mitsaqan ghaliza—janji yang kokoh,” jelasnya.

Ia berharap Tepuk Sakinah dapat menanamkan nilai-nilai luhur perkawinan kepada generasi muda sejak dini. Remaja, kata Alissa, perlu memahami makna sakinah bahkan sebelum menikah.

“Adik-adik yang masih di Tsanawiyah dan Aliyah bisa pakai Tepuk Sakinah ini untuk mengingatkan orang tua atau kakaknya yang sedang berkonflik. Katakan bahwa perkawinan itu janji kokoh, tidak boleh dianggap enteng,” tuturnya.

Lebih lanjut, Alissa menilai Tepuk Sakinah juga menjadi alat edukasi yang efektif menghadapi tren media sosial yang memandang pernikahan sebagai hal menakutkan. “Sekarang banyak yang bilang marriage is scary, takut menikah karena trauma atau melihat banyak perceraian. Padahal, kalau lima pilar ini dijaga, insyaallah perkawinan akan membawa kedamaian dan rahmah,” ujarnya.

Alissa menegaskan, sakinah bukan sekadar tentang hubungan suami dan istri, tetapi juga tentang bagaimana keluarga membawa kemaslahatan bagi masyarakat. “Kalau keluarga kita baik, umat Islam di Indonesia juga akan baik. Dan kalau umat Islam baik, maka bangsa ini juga akan menjadi bangsa yang lebih baik,” ucapnya penuh semangat.

BACA JUGA :   KKB Papua Bakar Pesawat Susi Air

Ia juga menekankan pentingnya komunikasi dan musyawarah dalam rumah tangga. Keputusan besar seperti pindah kerja atau perubahan tempat tinggal, menurutnya, sebaiknya dibicarakan bersama.

“Perkawinan yang baik itu bukan yang tanpa masalah, tapi yang mau bermusyawarah dan saling menghormati dalam mengambil keputusan,” kata Alissa.

Dalam konteks sosial yang lebih luas, Tepuk Sakinah turut mendukung upaya pencegahan pernikahan anak. Menurut Alissa, banyak pernikahan dini terjadi karena ketidaksiapan emosional dan ekonomi. “Kalau ada tren menikah muda, perlu diingat, Undang-Undang mengatur batas usia minimal 19 tahun. Jadi, kalau belum siap, jangan dipaksakan. Tumbuhlah dulu sampai matang,” pesannya.

Melalui pendekatan kreatif dan edukatif, Alissa berharap Tepuk Sakinah dapat menjadi gerakan nasional yang memperkuat ketahanan keluarga. “Kalau keluarga kuat, masyarakat juga kuat. Dan kalau masyarakat kuat, negara akan kokoh,” tutup Alissa. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *