Pati, Pesantenanpati.com – Minimnya sumber daya manusia (SDM) membuat penarikan retribusi parkir di Bumi Mina Tani belum bisa menjangkau semua wilayah.
Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Pati saat ini hanya memiliki lima tim penarikan retribusi parkir. Dimana lima anggota itu ada dua di wilayah Pati Kota di bagian waktu siang dan malam hari, sedangkan di Kecamatan Juwana juga dua orang dan di Kecamatan Tayu ada satu orang.
Sehingga, seperti wilayah Kecamatan Kayen ataupun daerah lainnya dianggap daerah yang termasuk pelosok.
Melalui Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Operasional (Dalops) Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Pati, Nita Agustiningtya menyampaikan, ada beberapa hal yang menjadi kendala belum adanya penarikan retribusi di daerah plosok.
Kendala itu diantaranya seperti kurangnya sumber daya manusia (SDM) dari tim penarikan Dishub Pati, kurangnya anggaran dan operasional retribusi dinilai masih belum sesuai. Sebab, jika pihak Dishub Pati melakukan penarikan retribusi di daerah pelosok akan tetapi tidak signifikan dengan jumlah setoran yang didapat, maka pihaknya juga akan dirugikan.
“Dan kalau untuk bagian restribusi yang plosok-plosok kita memang belum ada kecamatan-kecamatan yang paling plosok itu,” kata Nita.
“Dan yang menjadi kendala kita karena SDM kita. Bagian plosok lagi kan kita juga butuh tenaga, butuh anggaran, dan operasionalnya istilahnya tidak cocok lah ya. Jadi semisal kita melakukan evakuasi ke sana, potensi ke sana, ya itu tadi, biaya operasional sama setorannya kan tidak signifikan gitu lo. Jadi itu sih yang menjadi kendala kalau di desa-desa plosok,” tambah dia.
Perlu diketahui sebelumnya, penarikan retribusi parkir oleh Dishub di Kabupaten Pati dilakukan setiap hari secara rutin.
Sementara itu, Nita manambahkan, sektor retribusi di seluruh Kabupaten Pati saat ini terbanyak di daerah Pati Kota. Meliputi Simpang Lima Alun-alun Pati ke arah barat, utara, timur, hingga Jalan Penjawi.
Berbeda jika di daerah Gunungwungkal, yang mana tidak dijadikan jukir lahan area parkir karena tidak enak hati lantaran menjadi desa plosok dekat dengan rumah-rumah warga.
“Semisal toko di Gunungwungkal, itukan mosok punya tetangga sendiri mau diparkiri. Katakanlah tetangganya sendiri yang beli, masak ya mau diparkiri kan tidak mungkin ya. Malah nanti takutnya gak mau beli, tapi kalau dikota oke, tidak masalah kan gitu. Itu aja soh yang menjadi kendala di daerah plosok-plosok bagi kita,” sambungnya. (*)