Pesantenanpati.com – Fenomena Gerhana Bulan Total sempat menghiasi langit Indonesia pada 7-8 September 2025 yang banyak disebut sebagai ‘Blood Moon’ atau Bulan Merah Darah, terjadi ketika Bumi tepat sejajar di antara Matahari dan Bulan saat purnama.
Sejak dulu, fenomena gerhana ini selalu memikat perhatian manusia, apalagi jika terlihat jelas bayangan Bumi sepenuhnya menutupi permukaan purnama hingga memunculkan rona merah yang dramatis.
Mengutip dari website resmi organisasi masyarakat (ormas) Islam Muhammadiyah, peristiwa gerhana bukan sekadar peristiwa astronomi, melainkan dijadikan sebuah tanda yang sarat akan makna spiritual.
Fenomena gerhana selalu memikat perhatian manusia sejak dahulu kala. Bagi banyak peradaban kuno, gerhana bukan sekadar peristiwa astronomi, melainkan tanda kosmis yang sarat makna spiritual.
Masyarakat kuno di banyak negara memiliki anggapan yang berbeda-beda terkait fenomena ini. Beberapa menganggap adanya mitos yang menghubungkan gerhana dengan kesedihan langit atas wafatnya seorang tokoh.
Beberapa lainnya masih mempercayai gerhana ada hubungannya dengan nasib buruk atau musibah hingga melakukan ritual menabuh lesung atau membuat bunyi-bunyian untuk “mengusir” kekuatan gelap.
Namun, Islam memandang dengan pendekatan yang berbeda. Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa gerhana bukan tanda kematian atau kelahiran seseorang, melainkan ayat kauniyyah, sebagai bentuk tanda kebesaran Allah di alam semesta.
Sebuah hadis sahih muncul ketika sebagian orang mengaitkan dua momentum khusus wafatnya Ibrahim, putra Nabi Muhammad SAW dari Mariyah al-Qibthiyyah yang terjadi tepat saat Gerhana Matahari.
Namun, Nabi Muhammad SAW segera meluruskan jika keduanya tidak saling berkaitan. Sikap tersebut bukan hanya menjadi teladan tauhid, tetapi sebagai bentuk pengajaran agar masyarakat tidak terjebak pada mitos.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau kelahiran seseorang. Maka apabila kalian melihatnya, berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, salatlah, dan bersedekahlah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Pandangan Islam mengajarkan agar fenomena gerhana disambut dengan ibadah dengan anjuran salat kusuf (gerhana matahari) atau khusuf (gerhana bulan), berdoa, berdzikir, bersedekah, hingga memerdekakan budak. (*)