Pemprov Berupaya Wujudkan Pesantren Bebas Kekerasan dan Perundungan

Pesantenanpati.comPemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya mewujudkan pesantren yang ramah anak, bebas kekerasan dan perundungan.

Hal itu diwujudkan dengan salah satunya memfasilitasi kegiatan Keterampilan Hidup Remaja yang diikuti 200-an santri dari berbagai pesantren di Jateng.

Kegiatan digelar selama dua hari, 14-15 Mei 2025, di Gedung Sasana Widya Praja BPSDMD Provinsi Jateng, kegiatan tersebut fokus pada penguatan kapasitas santri, dengan target terbangunnya kesadaran tentang pentingnya pemehuan hak-hak anak. Termasuk hak untuk dilindungi dari kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, serta mendukung partisipasi anak.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin mengatakan bahwa kesejahteraan anak bukan hanya diukur dari sisi ekonomi, melainkan juga kuat secara fisik dan mental karena anak rentan terhadap ancaman kekerasan, kekerasan seksual, dan perundungan.

Ponpes dinilai termasuk salah satu lingkungan yang rawan terjadinya kekerasan terhadap anak. Oleh sebab itu para santri perlu diberi edukasi, agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan.

Berdasarkan data Kementerian Agama, jumlah pondok pesantren di Jawa Tengah tercatat sebanyak 5.231 ponpes, dengan 520.000 orang santri. Pemprov Jateng terus mendorong agar konsep pesantren ramah anak bisa diterapkan.

BACA JUGA :   Polres Sragen Siapkan Enam Pos Pengamanan Lebaran 2025

“Kami menganggap bahwa pondok pesantren yang jumlahnya tidak kecil, di Jawa Tengah ada 5.000 sekian (ponpes), ada 520.000 sekian santrinya, sehingga ini rentan terhadap permasalahan-permasalahan tersebut,” kata Taj Yasin.

Bagi pesantren yang belum terdaftar, pihaknya mendorong RMI Nahdlatul Ulama (NU) dan Kementerian Agama, untuk melakukan pendampingan. Sehingga, ketika sudah terdaftar bisa langsung mengikuti program pesantren ramah anak tersebut.

Pihaknya berencana, jika pesantren ramah anak berkembang dengan baik, ke depan model ini juga bisa diterapkan di lembaga-lembaga lain. Seperti, gereja dan vihara, yang menyediakan fasilitas pendidikan berasrama atau boarding school.

“Ini harus kita kumpulkan, karena di sana juga ada kerawanan terhadap kekerasan seksual terhadap anak perempuan. Jadi, saya rasa ini tepat sasaran,” ungkap Gus Yasin.

Ditambahkan, kekerasan dan perundungan di lingkungan pesantren harus dicegah sejak dini, agar tercipta lingkungan belajar yang aman dan nyaman. Dengan itu, pesantren sebagai lembaga pendidikan akhlak terbaik, tidak hanya menjadi slogan belaka.

“Pondok pesantren ini kan mengajarkan akhlak, sekarang digembor-gemborkan pendidikan akhlak yang terbaik itu di pesantren. Tapi sekarang muncul permasalahan seperti ini, maka ini harus kita waspadai, kita harus perketat, kita harus selektif,” tegas wagub.

BACA JUGA :   Pemprov Jateng Siapkan Perda Pembentukan Dana Cadangan Pilkada 2024

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jateng, Ema Rachmawati mengatakan, kegiatan Keterampilan Hidup Remaja digelar kerja sama dengan Kanwil Kemenag Jateng, UNICEF, dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten.

Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan pesantren perlu diwaspadai. Apalagi di tengah maraknya konten kekerasan dan perundungan di media sosial, yang bisa mempengaruhi terjadinya tindakan serupa.

Ema berharap, kegiatan itu dapat membangun pemahaman tentang berbagai bentuk kekerasan yang dialami anak, termasuk dampak yang ditimbulkannya, serta pentingnya mencegah dan menangani kekerasan tersebut.

“Jadi kita fokusnya mulai dari upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban, fokusnya di situ,” ujarnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *