Kasus Bunuh Diri Marak, DWP Jateng Nilai Komunikasi Penting

Semarang, Pesantenanpati – Maraknya kasus bunuh diri yang terjadi akhir-akhir ini, mendapat perhatian dari Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Jawa Tengah.

Ketua DWP Jateng Indah Sumarno melalui Wakil Ketua III Hesti Harso Susilo berharap kepedulian terhadap persoalan psikologis remaja semakin meningkat, sehingga nantinya bisa melakukan pencegahan apabila mendeteksi adanya gangguan psikologis.

Pihaknya juga menilai bahwa membangun komunikasi yang baik merupakan hal yang penting. Dan hal itu tak lepas dari peran orang tua.

“Jadi mereka perlu pendekatan dari orang tua, ayah, ibu. Mereka perlu komunikasi yang baik. Sehingga anak-anak bisa melakukan kegiatan poisitf, untuk mengindari hal tersebut,” jelasnya.

Pola asuh orang tua terhadap anak menurutnya juga berpengaruh kepada kepribadian dan ketangguhan anak.

“Tentunya ini berkaitan dengan pola asuh orang tua dan keluarga serta lingkungan, sebagai tempat tumbuh kembang psikologis remaja,” jelasnya.

Untuk itu, jelasnya, orang tua memerlukan ketrampilan berkomunikasi yang baik untuk mengenali karakter diri dan anak, memandang diri dan kehidupan.

Sehingga, orang tua bisa menyikapi dan memperlakukan remaja dengan welas asih, empati, pengertian, tidak menghakimi, serta memberikan kesempatan pada remaja untuk mengembangkan diri namun tidak memanjakan.

BACA JUGA :   Pemkab Batang Dorong Sekolah Ramah Anak

“Sehingga kita bisa menjadi orang tua yang lebih baik karena kondisi pada anak-anak kita adalah tanggung jawab kita bersama,” jelasnya.

Sementara itu, Psikolog dari Universitas Diponegoro Semarang Novi Qonitatin menilai penyebab bunuh diri beragam.

“Sebetulnya banyak faktor yang melatarbelakangi. Remaja ini dalam masa perubahan seperti pubertas, perubahan secara fisik, biologis, perubahan sosial,” kata Novi.

Hal itu bisa saja berkaitan dengan masalah akademik, persaingan prestasi, hal lain seperti tekanan lingkungan, persoalan di dalam keluarga, masalah ekonomi dan lainnya. Oleh karena itu, komunikasi menjadi penting agar remaja mau terbuka dan bercerita tentang keluh kesahnya.

“Salah satu tantangan remaja, mereka terbuka dengan temannya. Saya enggak mau cerita ke orang tua. Boleh dong punya rahasia, itu biasa terjadi. Kalau orang tua sudah menjadi teman yang hangat bagi remajanya, bisa saling terbuka, tidak hanya komunikasi saat ada masalah. Artinya, sehari-hari diajak berbicara. Saya pikir itu menjadi model,” jelasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *