Rasa Sakit Akibat Patah Hati dalam Pandangan Sains

Pesantenanpati.com – Rasa sakit akibat patah hati sering dialami oleh banyak orang yang sedang dilanda putus cinta. Hal ini berdampak pada kesehatan mental yang dapat memicu luapan emosi negatif yang juga terasa menyakitkan secara fisik.

Dilansir dari Tempo, Dr. Deborah Lee dalam siaran Live Science menerangkan bahwa ketika putus cinta, kadar oksitosin dan dopamin turun. Sementara pada saat yang sama terdapat peningkatan kadar salah satu hormon yang bertanggung jawab atas stres yakni kortisol.

Naiknya kadar kortisol mampu menaikkan tekanan darah tinggi, penambahan berat badan, timbulnya jerawat hingga peningkatan kecemasan.

Penolakan sosial yang menyebabkan patah hati mampu mengaktifkan area otak yang berhubungan dengan rasa sakit fisik menurut Psikolog klinis Eric Ryden. Efek neurobiologis patah hati bisa disamakan dengan sakit fisik yang dibuktikan dengan gejala fisik seperti nyeri dada dan serangan panik.

Hormon yang dilepaskan ketika patah hati mengaktifkan dua bagian sistem saraf, yaitu saraf simpatik dan parasimpatis.

Sistem saraf simpatik bertanggung jawab atas respons perlawanan tubuh, mempercepat detak jantung dan pernapasan. Sementara sistem saraf parasimpatis bertanggung jawab atas tubuh saat istirahat.

BACA JUGA :   5 Cara untuk Mencegah Penyakit Kanker Serviks Sejak Dini

Ketika kedua sistem ini aktif secara bersamaan, otak dan jantung merespons dengan bingung karena menerima pesan dengan dua perasaan yang berbeda dan campur aduk. Hal ini mengakibatkan gangguan aktivitas listrik jantung, dengan variabilitas detak jantung lebih rendah.

Orang dengan variabilitas detak jantung rendah menunjukkan gejala kelelahan, kecemasan, depresi, hingga kurang tidur. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *