Penjelasan Ilmiah tentang Insomnia: Pengertian dan Dampaknya

Pesantenanpati.com – Secara medis, insomnia didefinisikan sebagai gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, atau bangun terlalu cepat dan tidak dapat kembali tidur.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-5), insomnia dikategorikan sebagai gangguan apabila terjadi minimal tiga kali dalam seminggu selama sedikitnya tiga bulan, dan menimbulkan dampak negatif pada fungsi sehari-hari.

Dari sisi fisiologi, tidur dikendalikan oleh interaksi kompleks antara sistem saraf pusat, hormon, dan ritme sirkadian. Ritme sirkadian merupakan jam biologis tubuh yang diatur oleh hipotalamus, khususnya pada suprachiasmatic nucleus (SCN).

SCN mengontrol pelepasan hormon melatonin dari kelenjar pineal, yang berperan penting dalam menimbulkan rasa kantuk. Paparan cahaya berlebih di malam hari, khususnya cahaya biru dari gawai dapat menekan produksi melatonin sehingga menghambat onset tidur.

Selain itu, neurotransmiter seperti gamma-aminobutyric acid (GABA), serotonin, dan dopamin juga memengaruhi regulasi tidur.

Ketidakseimbangan pada sistem ini, misalnya akibat stres kronis dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik sehingga tubuh tetap berada dalam keadaan waspada (hyperarousal). Kondisi ini membuat individu sulit memasuki fase tidur dalam.

BACA JUGA :   Manfaat Minum Susu Kedelai, Cegah Alzheimer hingga Tingkatkan Mood

Insomnia juga dapat dikaitkan dengan kondisi medis tertentu. Misalnya, gastroesophageal reflux disease (GERD), asma, nyeri muskuloskeletal, atau gangguan pernapasan seperti sleep apnea.

Dari aspek psikiatri, insomnia kerap menjadi gejala penyerta gangguan kecemasan, depresi, maupun PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).

Dampak fisiologis dari insomnia jangka panjang cukup serius. Kurangnya tidur berkualitas dapat menurunkan fungsi kognitif, melemahkan daya tahan tubuh, meningkatkan risiko hipertensi, diabetes tipe 2, obesitas, hingga penyakit kardiovaskular.

Secara neurologis, kurang tidur juga dikaitkan dengan gangguan regulasi emosi dan menurunnya konsolidasi memori.

Dengan demikian, insomnia tidak hanya sekadar kesulitan tidur, melainkan gangguan kompleks yang melibatkan faktor biologis, psikologis, dan lingkungan.

Pemahaman ilmiah ini menjadi dasar dalam pengembangan terapi, baik berupa pendekatan farmakologis (seperti penggunaan obat penenang atau agonis reseptor melatonin) maupun non-farmakologis (misalnya terapi perilaku kognitif/CBT-I). (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *