Pesantenanpati.com – Sebanyak 6,7 persen dari 37 ribu warga Jawa Tengah yang mengikuti program dokter spesialis keliling (Speling), terdekteksi alami gangguan jiwa, baik kategori ringan, sedang, maupun berat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar mengatakan, masalah kejiwaan pada masyarakat menjadi salah satu perhatiannya. Program Speling menjadi salah satu cara untuk mendeteksi persoalan tersebut hingga ke desa-desa.
“Melalui program cek kesehatan gratis (CKG) dikombinasikan dengan Speling, ternyata kita bisa melihat banyak sekali kasus-kasus kesehatan jiwa yang tidak terdeteksi awalnya,” ujarnya.
Melalui program tersebut, imbuhnya, masyarakat menjalani pemeriksaan awal (skrining) lebih dahulu. Setelah diketahui keluhan dan gejalanya, maka langsung diarahkan ke dokter spesialis, di antaranya ada dokter spesialis kejiwaan.
“Begitu skrining ada depresi ringan, sedang, atau berat, mereka langsung bisa ketemu dokter spesialis jiwa. Itulah bukti kolaborasi program ini bisa mengefisienkan anggaran, sisi lain kita bisa mendapatkan angka-angka berkaitan masalah kesehatan, termasuk kesehatan jiwa,” jelasnya.
Yunita mengatakan, perhatian terkait mental health tersebut juga menyasar pada generasi muda. Maka dalam program Speling maupun CKG, ada target khusus untuk menjangkau sekitar 10 persen sasaran adalah masyarakat umur 7 tahun ke atas. Dari target tersebut di Jawa Tengah sudah tercapai sekitar 6,3 persen.
Berdasarkan pemeriksaan, diketahui anak-anak di sekolah cukup banyak yang mengalami gangguan jiwa ringan, sedang, dan berat. Yunita mencontohkan kasus di salah satu SMA yang tersentuh program tersebut. Dari total 150 anak yang diperiksa, ada sekitar 30-an anak mengalami gangguan kejiwaan.
“Maka ada program Mental Health First Aid (MHFA) yang dilakukan. Jadi ada kader yang mendengar keluhan temannya. Itu dimulai dari SD, SMP, SMA,” lanjutnya.
Ditambahkan, MHFA tersebut untuk menyikapi kecenderungan anak yang lebih suka curhat kepada temannya daripada orang tua. Program itu menjadi wujud kewaspadaan untuk melihat kasus-kasus kesehatan jiwa dari yang sangat ringan.
“Anak yang tadinya ceria menjadi murung, anak yang tadinya terbuka menjadi tertutup. Ini menjadi kewaspadaan kita semua,” papar Yunita.
Adapun beberapa faktor yang penyebab kesehatan jiwa pada anak adalah kurangnya perhatian dari orang tua karena terlalu asyik dengan gawai, kondisi sosial ekonomi, kemudian pergaulan.
“Jadi dengan adanya media sosial ini anak-anak melihat banyak hal yang sebetulnya belum usianya, atau (konten) tidak sesuai usianya. Kemudian mereka mengalami stres yang tidak diketahui dan itu terus-menerus mengganggu mereka,” bebernya. (*)